Jumat, 31 Mei 2013

Pengertian dan Ruang Lingkup Ulumul Hadits



BAB I
 PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Banyak diantara kita yang mungkin terjadi kesalahan pahaman dalam menyebutkan tentang apakah itu yang dinamakan hadist, sunnah, khabar, atau atsar. Karena pada dasarnya terdapat perbedaan diantara keempat istiah tersebut.
Melalui makalah ini kami hanya akan menjelaskan tentang apakah yang dimaksud dengan hadist baik secara etimologi maupun secara terminologi dan menurut para Ulama Ahli, baik Hadist, Ushul maupun Ahli Fiqh, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman mengenai pengertian hadist.
Hadits nabi tersebar ke berbagai wilayah yang luas dibawa oleh para sahabat dan tabi’in ke seluruh penjuru dunia. Para sahabat pun mulai berkurang jumlahnya karena meninggal dunia. Sementara itu, usaha pemalsuan terhadap hadits-hadits nabi makin bertambah banyak, baik yang dibuat oleh orang-orang zindik dan musuh-musuh Islam maupun yang datang dari orang Islam sendiri.
Yang dimaksud dengan pemalsuan hadits ialah menyandarkan sesuatu yang bukan dari Nabi SAW kemudian dikatakan dari Nabi SAW. Berbagai motifasi yang dilakukan mereka dalam hal ini. Ada kalanya kepentingan politik seperti yang dilakukan sekte-sekte tertentu setelah adanya konflik fisik (fitnah) antara pro-Ali dan pro-Muawiyyah, karena fanatisme golongan, madzhab, ekonomi, perdagangan dan lain sebagainya pada masa berikutnya atau unsur kejujuran dan daya ingat para perawi hadits yang berbeda. Oleh karena itu, para ulama bangkit mengadakan riset hadits-hadits yang beredar dan meletakkan dasar kaidah-kaidah yang ketat bagi seorang yang meriwayatkan hadits yang nantinya ilmu itu disebut Ilmu Hadits.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Saja Pendapat-Pendapat para Ulama Ahli, Ulama Hadist, Ushul maupun Ahli Fiqh, tentang Ulumul Hadist, Beserta secara etimologi maupun secara terminologi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman mengenai pengertian hadist ?
2.      Apa Saja Definisi-Definisi dari Ulama Terkemuka Mengenai Ulumul Hadits?

C.     Tujuan Penelitian
1.      Untuk Mengetahui Apa Saja Pendapat-Pendapat Para Ulama Mengenai Hadits dan Ilmu Hadits
2.      Untuk Lebih Memahami Pengertian-Pengertian Hadits secara terperinci.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Agar Pembaca Lebih Memahami Apakah itu Hadits dan Ilmu Hadits
2.      Memberikan Informasi Kepada Pembaca Mengenai Hadits dan Ilmu Hadits








BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Pengertian dan Ruang Lingkup Ulumul Hadits
Istilah ulumul hadits berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu  ulum dan al-hadits. Kata ulum merupakan jamak dari kata ilm yang berarti gambaran sesuatu tentang akal. Sedangkan al-hadits secara etimologis berarti sesuatu yang baru, kabar atau berita dari seseorang.
Menurut istilah, ulumul hadits menurut  ulama hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw baik dari sisi perkataan perbuatan, ketetapan, sifat diri atau sifat pribadi. Namun sebagian ulama juga mendefinisikan bahwa hadits tidak hanya disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., tetapi juga kepada sahabat dan para tabi’in. Dalam buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Hasbi As-Shiddieqy menjelaskan bahwa ulumul hadits adalah ilmu yang berpautan dengan hadits, banyak ragam macamnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ulumul hadits adalah ilmu yang berkaitan dengan masalah hadits dengan berbagai aspeknya.[1]
Hadis adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yaitu al-hadis, [2]jamaknya al-ahadis, al-hidsan, dan al-hudsan. Kata hadis ini, di dalam Al-Qur’an digunakan sebanyak dua puluh tiga kali, yang secara garis besar dicontohkan dalam empat macam antara lain : 1. Berarti pesan atau perkataan (al-Qur’an), 2. Berarti cerita mengenai masalah duniawi, 3. Berarti cerita historis, 4. Berarti cerita atau perbincangan yang masih hangat. Secara berurutan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut adalah : surah Az-Zumar:23; Al-An’am:68; Thaha:9; Al-Tahrim:3.
Ruang lingkup kajian ulumul hadits menyangkut dua bagian, yaitu: ilmu hadits riwayat dan ilmu hadits dirayah. Ilmu hadits riwayat adalah suatu ilmu yang membahas tentang segala sesuatu yang datang dari nabi Muhammad saw baik dari sisi perkataan, perbuatan maupun ketetapannya ataupun yang lainnya.
Kata al-Hadits adalah kata mufrad, yang jamaknya adalah al-ahadits dan dasarnya adalah tahdits artinya pembicaraan. Dari sisi bahasa, kata hadits memiliki beberapa arti, diantaranya adalah :
1.      Al-jadid, artinya yang baru, lawan katanya adalah al-qadim yang artinya yang lama, dalam arti ini menunjukan adanya waktu dekat dan singkat.
2.      Al-thariq artinya jalan, (jalan yang ditempuh).
3.      Al-khabar, artinya berita.
4.      Al-sunah, artinya perjalanan.

B.     Pengertian Ilmu Hadist Menurut Ulama Hadist

Al-Hadits di kalangan Ulama Hadits berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian, Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas dengan hadits Nabi saw.[3]
Adapun menurut istilah, para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin keilmuan masing-masing, sebagaimana perbedaan antara ahli ushul, ahli hadits dan ahli fiqh dalam memberikan definisi al-hadits, yaitu:
1.      Ahli Hadits
Ada hadits yang mengatakan bahwa “Segala perkataan Nabi saw, perbuatan dan hal-ihwalnya” dan adapula hadits yang mengatakan “sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir) maupun sifat beliau”.
Yang termasuk “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.[4]
Dari definisi tersebut, dapat dimengerti bahwa hadits meliputi biografi Nabi saw, sifat-sifat yang melekat padanya, baik berupa fisik (misalnya masalah tubuh, rambut dan sebagainya) maupun hal-hal yang terkait dengan masalah psikis dan akhlak keseharian Nabi, baik sebelum maupun sesudah terutus sebagai Nabi saw.[5]
Sebagai muhaddisin, berpendapat pengertian hadits sebagaimana diatas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadits mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi saw (Hadits Marfu’), melainkan termasuk di dalamnya segala yang disandarkan kepada sahabat (Hadits Mauquf), dan yang disandarkan kepada Tabi’in (Hadits Maqtu’).[6]
2.      Ahli Ushul
Ada hadits yang mengatakan bahwa “segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw, baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan erat dengan hukum-hukum atau ketetapan-ketetapan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Ini berarti segala sesuatu selain hal yang telah disebutkan tidak masuk dalam pengertian hadits”. Tidak termasuk kedalam hadits, sesuatu yang tidak bersangkut paut dengan hukum, seperti urusan pakaian.[7]
Oleh sebab itu, hadits adalah sesutau yang berhubungan erat dengan misi dengan misi dan ajaran Allah yang menjadi tugas Muhammad saw. Sebagai Rasulullah, berupa ucapan, perbuatan dan ketetapan. Sedangkan yang berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan seperti tata cara berpakaian, tidur dan sebagainya merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan, tidak dapat dimasukan kedalam pengertian hadits.
Dengan demikian, maka ahli hadits memandang bahwa ahli hadits merupakan sesuatu yang keluar dari manusia yang sempurna bernama Muhammad saw, sehingga segala sesuatu yang melekat pada beliau merupakan suri tauladan bagi ummat Islam, sekalipun berbentuk kebiasaan yang bersifat kemanusiaan.[8]
Akan tetapi, ahli ushul memandang Nabi Muhammad saw adalah manusia pembuat undang-undang disamping Allah swt, sehingga hal-hal yang berbentuk kebiasaan dan bersifat kemanusiaan tidak termasuk hadits.[9]
3.      Ahli Fiqh
Lain halnya dengan ahli fiqh, hadits dipandang sebagai suatu perbuatan yang harus dilakukan, tetapi tingkatannya tidak sampai pada wajib atau fardlu, karena hadits masuk kedalam suatu pekerjaan yang status hukumnya lebih utama dikerjakan. Artinya, suatu amalan apabila dikerjakan mendapatkan pahal dan apabila ditinggalkan tidak dituntut apa-apa, tetapi apabila ketentuan tersebut dilanggar mendapat dosa.
C.     Pengertian Hadits secara Etimologi dan Terminologi
Hadis atau al- hadits menurut etimologi adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حَدِيْثُ العَهْدِ فِى أْلإِسْلَامِ (orang yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis juga sering disebut dengan al- khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis. 
Secara etimologi, hadits juga memiliki beberapa arti, diantaranya seperti yang sudah diungkapkan dipengertian dan ruang lingkup hadits yaitu : jadid (yang baru). Didalam Al-Qur’an kata hadits memiliki banyak pengertian, diantaranya ialah kisah, komunikasi, atau risalah, dan tata cara atau kebiasaan.[10]
Dan pengertian hadits secara terminologi juga cakupannya sangat banyak, ada yang mencangkup batasan secara sempit, dan mencakup batasan yang luas, yang diartikan sebagai sesuatu yang di idhafatkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dan lain sebagainya.
Adapula yang mengartikan hadits secara etimologi yang berarti baru atau muda, misalnya: Haditsussinni yang berarti berumur muda. Hadits dengan pengertian ini dujamakan dengan “Hudatsa’u” hadits juga berarti warta, berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan atau dipindahkan dari sesorang kepada orang lain.[11]
Menurut Ibn Manzhur, kata “hadits” berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hadits jamaknya al-ahadits, al-haditsan, dan al-hudtsan.
Menurut M.M. Azami mendefinisikan bahwa kata “hadis” berarti komunikasi, kisah, percakapan, religius, historis, atau kontemporer.[12]
عِلْمُ الْحَدِيْثِ هُوَ مَعْرِفَةُ الْقَوَاعِدَ الَّتِيْ يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى مَعْرِفَةِ الرَّاوِي وَالْمَرْوِي
Ilmu Hadits adalah pengetahuan mengenai kaidah-kaidah yang menghantar-kan kepada pengetahuan tentang rawi (periwayat) dan marwi (materi yang diriwayatkan).
Ada pendapat lain yang menyatakan:
هُوَ عِلْمٌ بِقَوَانِيْنَ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتْنِ
Ilmu Hadits adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad dan matan.
D.    Pengertian Hadits Menurut Ulama-Ulama Terkemuka

1.      Sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa hadits itu merupakan pelengkap sabda Nabi, perbuatan beliau dan taqrir beliau, melengkapi perkataan, perbuatan dan taqrir sahabat, sebagaimana melengkapi pula perkataan, perbuatan dan taqrir tabi’in.
2.      Ibn al-Subki, ia dalam berpendapat mengenai hadits juga menyebutkannya dengan istilah al-sunnah, yang artinya adalah segala sabda dan perbuatan Nabi saw. Ia juga tidak memasukan taqrir (penetapan) Nabi sebagai bagian dari rumusan definisi hadits. Alasannya, bahwa taqrir sudah tercakup dalam af’al (perbuatan) Nabi.
3.      Mahfuz al-Tarmasi memberikan pengertian hadits secara istilah yaitu apa yang berasal dari Nabi dan Tabi’in. Kenyataan ini telah dikenal dengan adanya istilah hadits marfu’ (hadits yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (hadits yang disandarkan hanya sampai kepada sahabat Nabi), hadits maqtu’ (hadits yang disandarkan hanya kepada Tabi’in).[13]






BAB III
 ANALISIS
A.    Analisa materi
Analisa materi yang akan penulis lakukan meliputi berbagai segi. Diantaranya dari tingkat kesulitan dan kompleksitas materi, dan Pendapat-Pendapat para Ulama Ahli, Ulama Hadist, Ushul maupun Ahli Fiqh, tentang Ulumul Hadist, Beserta secara etimologi maupun secara terminologi.
B. Tingkat Kesulitan dan Kompleksitas Materi
Tingkat kesulitan materi ini secara umum tidak terlalu sulit, karena bahasa yang digunakan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Selain itu, pendekatan yang dipakai dalam penjelasan materi di buku ini tidak sulit untuk dipahami, dari penerjemahan ayat hingga hadits kemudian cerita dan sampai pada penugasan membuat sesuatu yang abstrak melalui contoh dan ditulis sudah memenuhi kejelasan materi.
Mengenai Kompleksitas materi ini memang masih kurang dalam beberapa aspek, diantaranya:
  1. Aspek penjelasan, penjelasan mengenai materi ini memang terbilang kurang, hanya singkat dan memang yang penting-penting saja.
  2. Aspek keseimbangan, antara materi mengenai harta dan mengenai tanggung jawab kurang seimbang.
C. Pendapat-Pendapat para Ulama Ahli, Ulama Hadist, Ushul maupun Ahli Fiqh.
Tentang Ulumul Hadist, Beserta secara etimologi maupun secara terminologi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman mengenai pengertian hadist.
Sangat banyak pendapat yang membahas mengenai pengertian Hadits dan Ilmu Hadits ini, disini seperti halnya pendapat para ahli hadits, ahli ushul dan ahli fiqh yang masing-masing memberikan pendapat mengenai pengertian Hadits dan Ilmu Hadits tersebut. Bahkan, pengertian Hadits dan Ilmu Hadits secara etimologi dan terminologi pun sangat banyak versi dan pokok pembahsannya, meskipun intinya adalah sama yaitu tentang segala perkataan, perbuatan, dan hal ihwalnya.
Secara etimologi, hadits memiliki banyak arti diantaranya adalah “yang baru”, al-khabar (kabar atau berita). Secara etimologi, hadits juga memiliki beberapa arti, diantaranya seperti yang sudah diungkapkan dipengertian dan ruang lingkup hadits yaitu : jadid (yang baru). Didalam Al-Qur’an kata hadits memiliki banyak pengertian, diantaranya ialah kisah, komunikasi, atau risalah, dan tata cara atau kebiasaan.
Dan secara terminologi, para ulama, baik muhaditsin, fuqaha, ataupun ulama ushul, mereka merumuskan hadits secara berbeda-beda. Perbedaan tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.

  


BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pendapat-Pendapat para Ulama Ahli, Ulama Hadist, Ushul maupun Ahli Fiqh, tentang Ulumul Hadist, Beserta secara etimologi maupun secara terminologi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman mengenai pengertian hadist yaitu menurut Ulama Hadits bahwa hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian, Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas dengan hadits Nabi saw. Dan menurut Ahli Hadits bahwa “sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir) maupun sifat beliau”.Yang termasuk “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran. Menurut Ahli Ushul mendefinisikan bahwa Ada hadits yang mengatakan bahwa “segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw, baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan erat dengan hukum-hukum atau ketetapan-ketetapan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Dan menurut Ahli Fiqh, hadits dipandang sebagai suatu perbuatan yang harus dilakukan.
2.      Definisi-Definisi dari Ulama Terkemuka Mengenai Ulumul Hadits, seperti halnya definisi menurut Jumhur Ulama yang mendefinisikan hadits sebagai sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, berupa perkataan atau perbuatan atau taqrirnya dan sebagainya. Berdasarkan definisi tersebut kita dapat mengetahui bahwa yang dinamai hadits itu meliputi tiga unsur pokok, yaitu :
a.       Perkataan Nabi muhammad saw yang beliau sabdakan;
b.      Perbuatan beliau yang dilihat oleh para sahabatnya;
c.       Perbuatan sahabat yang diketahui oleh Nabi Muhammad saw dan beliau tidak menegurnya atau tidak menyalahkannya, sebagai tanda setuju.

DAFTAR PUSTAKA

Dharmalaksana Wahyudin, “Hadits di Mata Orientalis”, Benang Merah Pers, Bandung, Tahun 2004.
Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, “Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits”, PT. Pustaka Rizki, Semarang, Tahun 1999.
Suparta Muzier, Ranuwijaya Utang, “Ilmu Hadits”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 1996.
Sahrani Sohari, “Ulumul Hadits”, Ghalia Indonesi, Bogor, Tahun 2010.
Assa’idi Sa’dullah, “Hadis-Hadia Sekte”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Tahun 1996.
Muhammad Abu Bakar, “Hadits Tarbiyah”, Al-Ikhlas, Surabaya, Tahun 1995.
Suyadi, Agus Solahudin Muhammad, “Ulumul Hadis”, CV. Pusataka Setia, Bandung, Tahun 2011.
Ridlwan Nasir Muhammad, “Ulumul Hadits & Musthalah Hadits”, Darul Hikmah, Jombang, Tahun 2008.
Khon Abdul Majid, “Ulumul Hadits”, Amzah : Jakarta, Tahun 2009.
(Jum’at, 15 February 2013, pukul 14.00).



[1] Sahrani Sohar, 2010, “Ulumul Hadits”, Bogor: Ghalia Indonesia. Hal 3

[2] Suparta Munzier, 1996, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal 2

[3] Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, 1999, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra. Hal 3
[4] Suparta Munzier, 1996, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal 2
[5] Sahrani Sohar, 2010, “Ulumul Hadits”, Bogor: Ghalia Indonesia. Hal 4
[6] Suparta Munzier, 1996, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal 3
[7] Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, 1999, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra. Hal 4
[8] Sebagaimana firman Allah, al-Ahzab:21.
[9] Sebagaimana firman Allah, al-Hasyr:7.
[10] Dharmalaksana Wahyudin, Hadis di Mata Orientasi,Bandung:Benang Merah Pers, 2004. Hlm. 2
[11] Abu Bakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, Surabaya:Al-Ikhlas:1995. Hlm. 15
[12] Azami M.M, Studies in Hadis Methodology and Literature, Terj, Jakarta:Lentera, 2003, hlm. 21-23
[13] Assa’idi Sa’dullah, “Hadits-Hadits Sekte”, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Tahun 1996. Hlm 4.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar